AMLAPURA – Kasus gigitan monyet di
Kawasan Suci Pura Lempuyang Luhur, Banjar Purwayu, Desa Tri Buana, Kecamatan
Abang, Kabupaten Karangasem tidak terdengar lagi. Sejak kasus gigitan terakhir
yang memakan korban seorang pecalang bernama Gede Parsa pada Kamis (28/8)
silam, praktis berita tentang keganasan monyet di Lempuyang mereda. Walaupun
demikian, pihak Desa Adat Purwayu selaku pengempon Pura Lempuyang tidak
berhenti untuk melakukan pengamanan terhadap para pemedek yang datang untuk sembahyang
ke Pura Sad Kahyangan tersebut. Pihak Desa Adat pun tidak berhenti untuk
mencari berbagai macam solusi baik secara skala dan niskala agar kondisi
kembali kondusif dan tidak ada lagi bencana akibat kasus gigitan Monyet
Lempuyang yang sampai saat ini tercatat sudah menelan korban 35 kasus gigitan.
Tidak adanya tambahan kasus gigitan monyet galak
di Lempuyang kemungkinan tidak terlepas dari keberhasilan pihak juru boros (pemburu)
yang disewa oleh pihak desa adat. Diketahui bahwa juru boros dengan perangkap
Jebagnya berhasil menangkap lalu mengeliminasi 11 monyet yang dicurigai
menggigit para pemedek. Ketika dikonfirmasi tetang hal itu, Bendesa Adat
Purwayu, I Nyoman Jati menyampaikan bahwa untuk saat ini memang kasus gigitan monyet
di Lempuyang sudah tidak ada lagi. Namun pihaknya tidak berani menjamin kasus
serupa tidak terulang kembali. “Mudah-mudahan tidak terulang lagi, karena kasus
gigitan sudah banyak” Ujarnya yang menyampaikan sudah 35 kasus gigitan yang
tercatat sejak tahun 2013.
Nyoman Jati tidak berani mengatakan kalau
penyebab tidak ada kasus gigitan lagi karena telah berhasil mengeliminasi 11
monyet yang dicurigai menggigit para pemedek. “Saya tidak berani mengatakan
kalau kasus gigitan berhenti karena 11 monyet sudah dibunuh” ungkapnya.
Pihaknya mengaku terus akan melakukan upaya apapun agar kasus gigitan tidak ada
lagi termasuk mepinunas (meminta
petunjuk) secara niskala.
Kilas balik, Nyoman Jati menuturkan bahwa monyet-monyet
yang terperangkap masuk jebag tersebut dibunuh karena terlihat agresif dan
galak saat didekati. “Sebelas monyet yang dibunuh itu karena galak dan agresif
sehingga dicurigai warga sebagai monyet yang menggigit para pemedek” ujarnya
Nyoman Jati. Sementara monyet yang tidak galak dan terlihat polos kembali
dilepaskan. Pihaknya pun mengaku tidak berani sembarangan membunuh mengingat di
Lempuyang merupakan kawasan suci. Ile-ile
nanti bisa sisip (kualat).
Disampaikan bahwa ke-11 Monyet yang dieleminasi tersebut sudah diupacarai agar
tidak terjadi sisip (kualat) dengan Ida
Sesuunan di Pura Lempuyang. “Kami tidak berani gegabah dalam membunuh monyet di
Lempyang karena merupakan kawasan suci, kami sudah lakukan upaca terhadap
monyet-monyet yang dibunuh tersebut agar tidak kesisipan” akunya.
Kendati sekarang sudah reda namun pihaknya
mengaku juga berencana untuk menambah lagi jebag untuk memperoleh lebih banyak monyet.
Pihaknya melakukan hal tersebut untuk menangkapnya dan memeberikannya obat
mandul. Hal tersebut dilakukan bekerjasama dengan dinas perternakan. “Kami akan
melakukan kerjasama dengan dinas peternakan untuk memndulkan beberapa monyet
yang berhasi ditangkap” ungkapnya. Upaya pemandulan itu dilakukan karena
perkembangan populasi monyet di Lempuyang sudah sangat padat. Dipaparkan bahwa
dulu tidak lebih dari seratus monyet yang ada di Lempuyang, Namun belakangan
sudah lebih dari 1000 monyet yang tersebar di Lempuyang. Jumlah yang meningkat
tersebut membuat persaingan mencari makanan semakakin kecil. Sementara para
pemedek yang memeberikan makanan cenderung jumlahnya tetap. Oleh sebab itu,
upaya mandulkan monyet dilakukan untuk menstabilkan jumlah pupulasi sehingga
persaingan mendapatkan makanan semakin kecil dan kasus monyet yang menyerang
dan menggigit pemedek tidak ada lagi.
0 komentar:
Posting Komentar