Laman

Laman

Minggu, 23 November 2014

Bupati Geredeg Berharap Desa Bugbug Terpilih Menjadi Model GIASH FAO

AMLAPURA - Bupati Karangasem I Wayan Geredeg berharap Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem dapat tercatat dan diakui oleh dunia sebagai model GIASH FAO yaitu desa dengan model pengelolaan sumber daya alam berbasis pemberdayaan masyarakat. Hal itu disampaikan bupati Geredeg saat menyambut kedatangan Tim Penilai dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB FAO (Food and Agriculture Organization) di Gedung Pertemuan Desa Adat Bugbug, Jumat (21/11/). Geredeg ditemani Wakil Ketua DPRD Karangasem  I Nengah Sumardi dan Kepala Bapeda Karangasem I Ketut Sedanan Merta menyambut rombongan tim penilai yang dipimpin Deputi Urusan Pemberdayaan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Pamuji Lestari, dan Anne Mcdonald, Mary Jane de la Cruz dari FAO Head Quarter Roma.
Geredeg menyampaikan pengakuan dari FAO ini bukan sekedar prestise atau prestasi semata namun lebih kepada Desa Bugbug nantinya dapat menjadi Desa Tradisional Agraris yang mampu mewujudkan GIASH (Globally Important Agriculture Heritage System) sebagai model pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Pemberdayaan Masyarakat yang bisa mengangkat nilai lokal menjadi nilai Universal yang mendunia. “Yang terpenting dengan model pengelolaan tersebut dapat dapat berkelanjutan dan mampu mensejahterakan masyarakatnya”, ucapnya.
      Lebih jauh disampaikan Desa Adat Bugbug merupakan salah satu Desa Tradisional di Kabupaten Karangasem dengan keragaman bentang alam serta keindahannya dari perbukitan, dataran dan hamparan pantai. Selain itu juga memiliki keanekaragaman hayati dengan system pengelolaan pertanian tradisional berdasarkan kearifan lokal yang diadaptasikan dengan pengetahuan dan teknologi didukung oleh lembaga pertanian tadisional seperti subak dan kelompok nelayan dalam mengelola pertanian secara terintegrasi sehingga diharapkan dapat menciptakan keberlanjutan system pertanian yang tangguh dan berbudaya.
   Sementara itu, FAO Representative Indonesia, Dr. Herianto Ageng mengungkapkan Desa Bugbug mempunyai potensial untuk diajukan sebagai salah satu warisan sistem pertanian di Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan keberadaan Desa Bugbug ini akan diajukan sebagai warisan sistem pertanian dan pangan dunia. “Kita mencoba untuk mengajukan sistem pertanian Desa Bugbug ini untuk diakui di tingkat dunia. Setelah itu akan ada upaya untuk memperbaiki setelah diakui sehingga hasil pertaniannya bisa lebih dimanfaatkan” katanya.
       Di sisi lain, Kepala Landscape Management Laboratory Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Hadi Susilo Arifin menjelaskan Desa Bugbug terpilih sebagai perwakilan Bali untuk bertarung dengan lima provinsi lainnya dalam memperebutkan pengakuan dari FAO. Menurutnya, Desa Bugbug ini sangat cocok menjadi model sebagai warisan sistem pertanian dan pangan dunia karena memiliki konsep Nyegara Gunung.
      Prof. Hadi yang mengaku sudah satu tahun melakukan penelitian di Desa Bugbug tersebut memaparkan bahwa desa Bugbug memiliki luas 815 hektar, terdiri dari wilayah perbukitan dan pesisir. Diterangkan bahwa 40 persen dari luas desa tersebut terdiri dari lahan pertanian yang terbagi menjadi lima subak. “Desa Bugbug ini lebih khas dari desa lain karena memiliki perbukitan dan tepi laut. Dengan demikian hasil tanaman, ternak dan ikan lengkap.  Di Desa Bugbug ini lengkap dari hulu sampai ke hilir semuanya ada” tuturnya. Prof. Hadi juga menambahkan kalau Desa Bugbug memiliki keindahan alam yang bisa menjadi objek wisata andalan Karangasem jika dikelola dengan baik.
  


0 komentar:

Posting Komentar