AMLAPURA – Berdasarkan hasil
monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Politeknik Negeri Bali terhadap
penggunaan dana Community
Based Development (CBD) – Bali Sejahtera yang digulirkan pemerintah provinsi
Bali sejak tahun 2001 di Karangasem ternyata menunjukkan hasil kurang
menggembirakan. Pasalnya dari pemaparan ketua tim monitoring dari Politeknik
Negeri Bali, Gede Juli menyampaikan bahwa sebanyak 30 persen dari 134 laporan
bendesa adat penggunaan dana CBD di desa adatnya ternyata masih bermasalah.
Bahkan beberapa diantaranya juga terancam diambang kemacetan. Selain itu, Politeknik
Negeri Bali juga menduga sebanyak 54 desa adat lainnya yang juga ikut menerima
CBD-Bali Sejahtera namun belum menyetorkan laporan diduga mengalami masalah
sehingga saat ini masin “takut” menyetor laporan.
“Dari hasil monitoring dan
evaluasi yang kami lakukan terhadap penggunaan dana CBD di desa-desa ternyata
hanya 70 persen (94 desa adat) penerima CBD yang berjalan sehat, sisanya berada
diambang kemacetan” ujar Juli di hadapan ratusan Bendesa Adat Se-Kabupaten
Karangasem di Wantilan Pemkab Karangasem, Senin (18/11) kemarin. Kemacetan
guliran dana CBD tersebut akibat adanya sapi yang mati dan ada masyarakat
peminjam dana yang belum bisa mengembalikan uang yang dipinjamnya. Oleh karena
itu, pihaknya mengharapkan pemerintah segera mencarikan solusi, atau jalan
keluar terhadap masalah-masalah yang dihadapi bendesa Adat dalam melaksanakan
program CBD sehingga nantinya masih bisa berjalan dengan baik untuk menunjang
kesejahteraaan masyarakat Karangasem.
Kepala Bapeda Kabupaten Karangasem, I Ketut
Sedana Merta menyampaikan pemerintah dalam hal ini Bapeda Karangasem mengharapkan
adanya laporan dari para Bendesa Adat penerima dana CBD karena pihaknya takut
kalau nanti lama tidak dilaporkan dana tersebut malah disalahgunakan. Oleh
karena itu, pihaknya mengharapkan semua pihak khususnya Bendesa Adat selaku
penaggungjawab pelaksanaan CBD di Desa Adat untuk melaporkan penggunaan dana
CBD yang sudah sejak lama dipergunakannya. “Saya berharap semua Bendesa desa
adat penerima CBD melaporkan pelaksanaan program tersebut kepada kami (Bapeda)”
ujar Sedana Merta, di wantilan pemkab Karangasem, Selasa (18/11) Kemarin.
Sedana Merta menyampaikan bahwa program CBD-Bali Sejahtera bukanlah
program bansos namun merupakan program bergulir yang digunakan oleh desa adat
untuk membantu mengentaskan kemiskinan di desa. Di Karangasem ada 188 desa adat
yang menerima program CBD yang besarnya masing-masing Rp.100 juta rupiah. Program
bergulir tersebut bisa dipakai untuk menjadi program petertanakan penggemukan
sapi dengan sistem kadas atau program
simpan pinjam. “Perlu saya ingatkan kalau dana CBD senilai Rp.100 juta yang
diperoleh tersebut bukan bansos, maka wajib ada laporan pertanggungjawaban agar
memastikan dana tersebut terus ada dan bergulir” Ujar Sedana Merta di hadapan
ratusan bendesa adat se-Kabupaten Karangasem.
Dijelaskan bahwa program CBD yang berjalan di Kabupaten
Karangasem sudah membantu sekitar 7.730 KK yang pernah menerima guliran sapi yang
dipelihara warga. Selain itu disampaikan ada 22 ribu KK yang pernah meminjam
dana CBD sebagai modal usaha. Disampaikan untuk dana CBD sendiri dari modal
13,4 miliar sudah menjadi 20,8 Miliar saat ini. Diharapkan CBD terus bisa
bergulir dengan baik di desa dan tidak ada yang macet sehingga bisa ikut
membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Karanagsem yang masih
tercatat sebanyak 17 ribu jiwa.
0 komentar:
Posting Komentar